Nuffnang skali...

Monday, March 12, 2012

Seni Fotografi Islam


Hukum Fotografi

oleh Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam kitab : Al-Halal Wal Haram fil Islam

Satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa semua persoalan gambar dan menggambar, yang dimaksud ialah gambar-gambar yang dipahat atau dilukis, seperti yang telah kami sebutkan di alas.

Adapun masalah gambar yang diambil dengan menggunakan sinar matahari atau yang kini dikenal dengan nama fotografi, maka ini adalah masalah baru yang belum pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w. dan ulama-ulama salaf. Oleh karena itu apakah hal ini dapat dipersamakan dangan hadis-hadis yang membicarakan masalah melukis dan pelukisnya seperti tersebut di atas?

Orang-orang yang berpendirian, bahwa haramnya gambar itu terbatas pada yang berjasad (patung), maka foto bagi mereka bukan apa-apa, lebih-lebih kalau tidak sebadan penuh. Tetapi bagi orang yang berpendapat lain, apakah foto semacam ini dapat dikiaskan dengan gambar yang dilukis dengan menggunakan kuasa? Atau apakah barangkali illat (alasan) yang telah ditegaskan dalam hadis masalah pelukis, yaitu diharamkannya melukis lantaran menandingi ciptaan Allah --tidak dapat diterapkan pada fotografi ini? Sedang menurut ahli-ahli usul-fiqih kalau illatnya itu tidak ada, yang dihukum pun (ma'lulnya) tidak ada.

Jelasnya persoalan ini adalah seperti apa yang pernah difatwakan oleh Syekh Muhammad Bakhit, Mufti Mesir: "Bahwa fotografi itu adalah merupakan penahanan bayangan dengan suatu alat yang telah dikenal oleh ahli-ahli teknik (tustel). Cara semacam ini sedikitpun tidak ada larangannya.

Karena larangan menggambar, yaitu mengadakan gambar yang semula tidak ada dan belum dibuat sebelumnya yang bisa menandingi (makhluk) ciptaan Allah. Sedang pengertian semacam ini tidak terdapat pada gambar yang diambil dengan alat (tustel)."

Sekalipun ada sementara orang yang ketat sekali dalam persoalan gambar dengan segala macam bentuknya, dan menganggap makruh sampai pun terhadap fotografi, tetapi satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa mereka pun akan memberikan rukhshah terhadap hal-hal yang bersifat darurat karena sangat dibutuhkannya, atau karena suatu maslahat yang mengharuskan, misalnya kartu pendliduk, paspor, foto-foto yang dipakai alat penerangan yang di situ sedikitpun tidak ada tanda-tanda pengagungan. atau hal yang bersifat merusak aqidah. Foto dalam persoalan ini lebih dibutuhkan daripada melukis dalam pakaian-pakaian yang oleh Rasulullah sendiri sudah dikecualikannya.

Subjek Gambar

Yang sudah pasti, bahwa subjek gambar mempunyai pengaruh soal haram dan halalnya. Misalnya gambar yang subjeknya itu menyalahi aqidah dan syariat serta tata kesopanan agama, semua orang Islam mengharamkannya.

Oleh karena itu gambar-gambar perempuan telanjang, setengah telanjang, ditampakkannya bagian-bagian anggota khas wanita dan tempat-tempat yang membawa fitnah, dan digambar dalam tempat-tempat yang cukup membangkitkan syahwat dan menggairahkan kehidupan duniawi sebagaimana yang kita lihat di majalah-majalah, surat-surat khabar dan bioskop, semuanya itu tidak diragukan lagi tentang haramnya baik yang menggambar, yang menyiarkan ataupun yang memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor, toko-toko dan digantung di dinding-dinding. Termasuk juga haramnya kesengajaan untuk memperhatikan gambar-gambar tersebut.

Termasuk yang sama dengan ini ialah gambar-gambar orang kafir, orang zalim dan orang-orang fasik yang oleh orang Islam harus diberantas dan dibenci dengan semata-mata mencari keridhaan Allah. Setiap muslim tidak halal melukis atau menggambar pemimpin-pemimpin yang anti Tuhan, atau pemimpin yang menyekutukan Allah dengan sapi, api atau lainnya, misalnya orang-orang Yahudi, Nasrani yang ingkar akan kenabian Muhammad, atau pemimpin yang beragama Islam tetapi tidak mau berhukum dengan hukum Allah; atau orang-orang yang gemar menyiarkan kecabulan dan kerusakan dalam masyarakat seperti bintang-bintang film dan biduan-biduan. Termasuk haram juga ialah gambar-gambar yang dapat dinilai sebagai menyekutukan Allah atau lambang-lambang sementara agama yang samasekali tidak diterima oleh Islam, gambar berhala, salib dan sebagainya.

Barangkali seperai dan bantal-bantal di zaman Nabi banyak yang memuat gambar-gambar semacam ini. Oleh karena itu dalam riwayat Bukhari diterangkan; bahwa Nabi tidak membiarkan salib di rumahnya, kecuali dipatahkan. Ibnu Abbas meriwayatkan:

"Sesungguhnya Rasulullah s.a. w. pada waktu tahun penaklukan Makkah melihat palung-patung di dalam Baitullah, maka ia tidak mau masuk sehingga ia menyuruh, kemudian dihancurkan." (Riwayat Bukhari).

Tidak diragukan lagi, bahwa patung-patung yang dimaksud adalah patung yang dapat dinilai sebagai berhala orang-orang musyrik Makkah dan lambang kesesatan mereka di zaman-zaman dahulu.

Ali bin Abu Talib juga berkata:
Rasulullah s.a.w. dalam (melawat) suatu jenazah ia bersabda: Siapakah di kalangan kamu yang akan pergi ke Madinah, maka jangan biarkan di sana satupun berhala kecuali harus kamu hancurkan, dan jangan ada satupun kubur (yang bercungkup) melainkan harus kamu ratakan dia, dan jangan ada satupun gambar kecuali harus kamu hapus dia! Kemudian ada seorang laki-laki berkata: Saya! Ya, Rasulullah! Lantas ia memanggil penduduk Madinah, dan pergilah si laki-laki tersebut. Kemudian ia kembali dan berkata: Saya tidak akan membiarkan satupun berhala kecuali saya hancurkan dia, dan tidak akan ada satupun kuburan (yang bercungkup) kecuali saya ratakan dia dan tidak ada satupun gambar kecuali saya hapus dia. Kemudian Rasulullah bersabda: Barangsiapa kembali kepada salah satu dari yang tersebut maka sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w." (Riwayat Ahmad; dan berkata Mundziri: Insya Allah sanadnya baik)

Barangkali tidak lain gambar-gambar/patung-patung yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. untuk dihancurkan itu, melainkan karena patung-patung tersebut adalah lambang kemusyrikan jahiliah yang oleh Rasulullah sangat dihajatkan kota Madinah supaya bersih dari pengaruh-pengaruhnya. Justru itulah, kembali kepada hal-hal di atas berarti dinyatakan kufur terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

Kesimpulan Hukum Gambar dan Yang Menggambar
Dapat kami simpulkan hukum masalah gambar dan yang menggambar sebagai berikut:

1. Macam-macam gambar yang sangat diharamkan ialah gambar-gambar yang disembah selain Allah, seperti Isa al-Masih dalam agama Kristen. Gambar seperti ini dapat membawa pelukisnya menjadi kufur, kalau dia lakukan hal itu dengan pengetahuan dan kesengajaan.Begitu juga pemahat-pemahat patung, dosanya akan sangat besar apabila dimaksudkan untuk diagung-agungkan dengan cara apapun. Termasuk juga terlibat dalam dosa, orang-orang yang bersekutu dalam hal tersebut.

2. Termasuk dosa juga, orang-orang yang melukis sesuatu yang tidak disembah, tetapi bertujuan untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan, bahwa dia dapat mencipta jenis baru dan membuat seperti pembuatan Allah. Kalau begitu keadaannya dia bisa menjadi kufur. Dan ini tergantung kepada niat si pelukisnya itu sendiri.

3. Di bawah lagi patung-patung yang tidak disembah, tetapi termasuk yang diagung-agungkan, seperti patung raja-raja, kepala negara, para pemimpin dan sebagainya yang dianggap keabadian mereka itu dengan didirikan monumen-monumen yang dibangun di lapangan-lapangan dan sebagainya. Dosanya sama saja, baik patung itu satu badan penuh atau setengah badan. Di bawahnya lagi ialah patung-patung binatang dengan tidak ada maksud untuk disucikan atau diagung-agungkan, dikecualikan patung mainan anak-anak dan yang tersebut dari bahan makanan seperti manisan dan sebagainya.

4. Selanjutnya ialah gambar-gambar di pagan yang oleh pelukisnya atau pemiliknya sengaja diagung-agungkan seperti gambar para penguasa dan pemimpin, lebih-lebih kalau gambar-gambar itu dipancangkan dan digantung. Lebih kuat lagi haramnya apabila yang digambar itu orang-orang zalim, ahli-ahli fasik dan golongan anti Tuhan. Mengagungkan mereka ini berarti telah meruntuhkan Islam.

5. Di bawah itu ialah gambar binatang-binatang dengan tidak ada maksud diagung-agungkan, tetapi dianggap suatu manifestasi pemborosan. Misalnya gambar gambar di dinding dan sebagainya. Ini hanya masuk yang dimakruhkan. Adapun gambar-gambar pemandangan, misalnya pohon-pohonan, korma, lautan, perahu, gunung dan sebagainya, maka ini tidak dosa samasekali baik si pelukisnya ataupun yang menyimpannya, selama gambar-gambar tersebut tidak melupakan ibadah dan tidak sampai kepada pemborosan. Kalau sampai demikian, hukumnya makruh.

6. Adapun fotografi, pada prinsipnya mubah, selama tidak mengandung objek yang diharamkan, seperti disucikan oleh pemiliknya secara keagamaan atau disanjung-sanjung secara keduniaan. Lebih-lebih kalau yang disanjung-sanjung itu justru orang-orang kafir dan ahli-ahli fasik, misalnya golongan penyembah berhala, komunis dan seniman-seniman yang telah menyimpang.

7. Terakhir, apabila patung dan gambar yang diharamkan itu bentuknya diuubah atau direndahkan (dalam bentuk gambar), maka dapat pindah dari lingkungan haram menjadi halal. Seperti gambar-gambar di lantai yang biasa diinjak oleh kaki dan sandal.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Sumber iluvislam.com

Pekerjaan Sebagai Fotografer Perkahwinan...~



1) Adakah dibolehkan saya mengambil gambar pengantin perempuan yang sedang disolekkan yang tidak menutup rambut kerana ia diminta oleh pengantin perempuan?

Jawapan: Mengikut Dr. Yusof Al-Qaradhawi, walaupun fotografi harus hukumnya, tapi hukumnya bergantung kepada objek fotografi atau objek yang di ambil oleh jurugambar itu. Jika gambar yang diambil adalah gambar bogel, maka ketika itu hukum fotografi adalah haram. Begitu juga gambar perempuan yang membuka auratnya. Hukum yang kedua, hukum melihat aurat perempuan tanpa keperluan yang darurat (seperti perubatan bagi seorang doktor), maka hukumnya adalah haram. Maka hukum anda mengambil gambar-gambar perempuan yang mendedahkan aurat adalah haram hukumnya. Permintaan pelanggan bukanlah alasan untuk mengharuskan yang haram.



2) Apakah rezeki yang saya terima dari mengambil gambar pengantin sedang disolekkan ini halal?

Jawapan: Tidak halal. Ini kerana mengikut kaedah fiqh, “Al hukum bil wasilah hukmu bil maqosyid” (hukum bagi wasilah adalah hukum dari maksud), ia datang dari kaedah fiqih, “Ma haruma isti’maaluh, haruma ittikhaazuh” (yang haram penggunaannya, haram pula memperolehinya) (Muhamamd al-Zarqa’, syarah qawaid/389).



3) Bagaimana pula dengan hasil rezeki gambar-gambar pengantin perempuan yang menutup aurat penuh? Adakah rezeki yang diterima itu halal?

Jawapan: Halal. Ia kembali kepada hukum asal fotografi adalah harus dan harus pula rezeki dari foto-foto yang halal.



4) Bolehkan saya menolak jumlah wang gambar pengantin perempuan yang tidak menutup aurat ini daripada keseluruhan wang hasil gambar perkahwinannya? Maknanya saya hanya memakan hasil gambar yang diambil pengantin wanita yang menutup aurat sahaja (memberikan hasil ini sebagai rezeki keluarga) dan hasil gambar yang tidak menutup aurat saya tidak memakannya (iaitu menggunakan hasil itu dengan membeli kamera/filem baru).
Contohnya harga pakej gambar ialah RM100. Katakan ada 40 (40%) keping gambar pengantin wanita tidak menutup aurat rambut dan 60 (60%) keping lagi menutup aurat penuh. Jadi saya memberikan rezeki RM60 itu kepada keluarga saya dan RM40 itu saya tidak memakannya (dan menggunakan RM40 utk membeli filem/lensa).

Jawapan: Amalan spt ini sebenarnya tidak pernah dilakukan oleh orang Islam sebelum ini khususnya di zaman salafus-soleh. Mereka berpegang teguh dgn hadis Asy-Syarif, hadis no.6 dalam Matn arba’een anNawawiyah (Matan hadis 40 Imam Nawawi) dari Nu’man bin Bashir yang dikeluarkan oleh Dua Sahih Bukhari-Muslim, “Sesungguhnya yang Halal itu jelas, yang haram itu jelas dan di antara keduanya banyak perkara syubahah (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
Maksudnya jika kita melakukan begitu, cuba membuat perakaunan (accounting) ini dari sumber halal dan ini dari sumber haram, ini kerana kita takut accounting itu tidak tepat dan masih ada yang syubahah. Lagipun dalam tubuh orang Islam itu tidak berhimpun sifat halal dan haram serta syubahah. Dia hanya mengutamakan halal bayyin dalam semua urusan hidupnya. Dalilnya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya.” (Quran 33:04). Maksud ayat ini, orang Islam dia hanya ada satu buah hati, ada satu pilihan, hanya memilih yang halal sahaja dan menjauhi syubahah apatah lagi yang haram dalam urusan hidupnya.

Sumber dari CahayaIslam.net

Fotografi Perkahwinan Dalam Islam

Hukum Mengadakan Walimatul Urus

Walimah berasal dari kata “Al Walam” yang bermakna Al Jamu’ (berkumpul). Sebahagian ulama berpendapat bahawa hukum melaksanakannya adalah sunnah mu’akad.Jumhur mengatakan hukumnya sunnah berdasarkan pendapat asy-Syafi’i rahimahullah. (Imam Muhammad bin Ismail ash-Shan’ani, Subulus Salam, jil. 2, Bab Nikah, m/s. 726, Darus Sunnah)

Ada pun pendapat yang terpilih adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah: “Tiada perbezaan pendapat di antara ahli ilmu, bahawasanya hukum walimah di dalam majlis perkahwinan adalah sunnah dan disyari’atkan (sangat dituntut), bukan wajib.” (Ibnu Qudamah, al-Mughni, jil 7, m/s. 2)

Dari Anas bin Malik r.a menyebut Rasulullah s.a.w melihat di kepala Abdul Rahman bin Auf kesan kuning, lalu baginda bertanya: “Kesan apakah ini? Abdul Rahman menjawab: “Wahai Rasulullah aku sudah berkahwin dengan seorang perempuan bermaskahwinkan satu nawah iaitu timbangan sebanyak lima dirham emas.” Baginda mendoakan keberkatan untuk Abdul Rahman bin Auf dan berkata: “Buatlah kenduri walaupun dengan seekor kambing.” (Muttafaqun alaih)

Dari Abu Hurairah r.a katanya, Rasulullah s.a.w bersabda, maksudnya: “Makanan yang paling buruk adalah makanan walimah apabila orang yang perlu makan (si miskin) tidak diundang malah orang yang tidak perlu (orang kaya) diundang.” (HR Muslim)

Seorang fotografer perkahwinan bertugas untuk merakamkan detik-detik di dalam sebuah majlis perkahwinan.Sekilas pandang kita dapat merasakan bahawa tidak ada salahnya tugas seorang fotografer sekiranya imej yang ingin diambil itu tidak menyalahi syarak.Jadi..apakah perkara-perkara yang menyalahi syarak tersebut?


Kesalahan pengantin:
a) Membuka Aurat
Perbuatan mendedahkan aurat di khalayak ramai (para hadirin) oleh wanita pada masa ini semakin banyak dilakukan di dalam majlis-majlis perkahwinan. Malah ianya sudah menjadi satu trend (gaya) dalam kalangan umat Islam setiap kali pasangan pengantin melangsungkan majlis perkahwinan mereka. Terdapat sebahagian wanita yang asalnya bertudung, tetapi apabila tiba hari perkahwinannya, dia dengan relanya membuka tudung dan mendedahkan bahagian-bahagian aurat tertentu.
Allah s.w.t. berfirman:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (aurat) kecuali kepada... (mahram mereka)...” (Surah an-Nuur, 24: 31)

b) Mencukur Kening dan Memakai Rambut Palsu
Sabda Rasulullah s.a.w.:
“Allah melaknat orang yang membuat tatu dan wanita yang minta ditatu, wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu), yang mencukur alis (bulu kening), dan yang minta dicukur, dan wanita yang merenggangkan giginya untuk kecantikan sehingga mengubah ciptaan Allah.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 4886)

c) Memanjangkan Kuku dan Mewarnakannya Dengan Pewarna
Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Termasuk fitrah bagi manusia itu ada lima: Khitan, mencukur bulu kemaluan, merapikan misai, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 5889)

d) Mencukur Janggut
Sebahagian kaum lelaki muslim pada masa ini tidak lagi berminat memelihara janggut dan membenci memelihara janggut. Malah, ada pula di antara mereka yang mencukur janggutnya semata-mata untuk nampak bergaya di majlis perkahwinannya. Sedangkan, perbuatan memelihara janggut adalah sebuah sunnah yang ditunjukkan oleh Rasulullah s.a.w. dan di dalam banyak hadis-hadisnya berkenaan janggut ia menunjukkan sebuah perintah yang perlu diikuti.
Daripada Ibnu ‘Umar r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Selisihilah kaum majusi, rapikanlah misai, dan peliharalah janggut.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 5893)

Kesalahan Fotografer:
a - Memakai pakaian yang kotor,tidak menutup aurat serta tidak bersesuaian
b - Meninggalkan solat terutamanya solat zohor dan asar
c - Mengambil gambar ketika pengantin bersolek yang tidak menutup aurat
d - Mengarahkan pengantin untuk aksi-aksi 18SX
e - Tidak mengeluarkan zakat daripada hasil yang diterima

Daripada Abu Hurairah r.a. dia berkata Rasulullah s.a.w. bersabda,"Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin apa yang diperintahkanNya kepada para utusanNya.Allah berfirman:Wahai rasul,makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amalan yang soleh(al Mukminun :51).Demikian pula Dia berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu(al Baqarah:172).Kemudian baginda menceritakan tentang seseorang yang telah lama bermusafir (berpergian), rambutnya kusut dan (badannya) penuh debu, dia menadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, Ya Tuhanku,Ya Tuhanku. Padahal makanannya haram,minumannya haram,pakaiannya haram dan perutnya diisi dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dapat dikabulkan?" (HR Muslim)

Sumber dari Al-Insyirah Photography